CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Tuesday, July 8, 2014

Copras capres

Indonesia dihadapkan pada pesta demokrasi sesaat lagi.

Namun, layaknya remaja yang disuguhi pesta, Indonesia telah kehilangan kendali diri atas hal-hal yang menjadi tanggung jawab pada sebuah pesta. Salah, mungkin saya perlu meralat kata-kata saya. Bukan Indonesia yang kehilangan kendali, tapi masyarakat Indonesia.

Saya, Namira Kinski, bersaksi atas  perubahan moral bangsa Indonesia saat ini. Di satu sisi, saya percaya pesta demokrasi ini telah membawa perubahan begitu besar pada masyarakat Indonesia. Kepedulian akan negara tidak pernah sebesar saat ini. Sungguh terselip rasa bangga pada diri saya ketika saya mengetahui, di manapun warga Indonesia berada, semua semangat menyambut pesta demokrasi ini.

Indonesia dihadapkan pada pesta demokrasi sesaat lagi.

Seluruh masyarakat berlomba-lomba mencari jati diri capres dan cawapres yang ada sekarang. Track record benar-benar menjadi contekan utama para voters. Tak urung, ada pula yang masih sangsi atas kemampuan calon-calon pemimpin bangsa. Tidak berusaha mencari, hanya berharap dijejali informasi aktual dari media, berakhir golput.

Tetap, Saya merasa bangga, kini semua orang setidaknya berusaha mencari tahu apa yang mereka mau. Gigih mencari apa jawaban-jawaban atas pertanyaan mereka. Gigih mengumpulkan harapan-harapan yang nantinya akan di gantungkan tinggi bersama harapan-harapan orang lain ketika presiden terpilih kelak.

Namun sayang, media memanaskan semuanya. Ibarat kami yang kini berkumpul pada satu wadah besar, media seakan membakar wadah dimana kami berada. Media memojokan semua pihak. Media tidak lagi netral, tidak lagi dapat memberikan informasi berimbang yang memberikan kami kesempatan untuk berpikir lebih jernih di saat-saat yang menurut saya kritis sekarang ini.

Media bukan lagi wadah aspirasi rakyat. Sungguh saya merasa itu adalah cerminan uang sekoper yang di gulingkan ke hadapan para editor, penulis, redaktur media. Jurnalis tak lagi bekerja sebagai mana mestinya. Jurnalis tidak lagi bekerja atas dasar kode etis.

Terima kasih hai kalian wahai penulis artikel di seluruh media politik.
Terima kasih atas provokasi yang kalian sajikan pada piring-piring kami selama ini. 
Terima kasih.

Saya tidak mengerti sistem kerjanya. Namun secara intens memberikan berita provokatif jelas bukan pertanda media yang sehat. Dan tidak sehat nya media, menentukan nasib bangsa menurut saya.

Media mencampur adukan bahasa yang sesungguhnya saya tidak mengerti. Bahasa tinggi, bahasa politisi, semua diolah. Kemudian dijejali kedalam otak kami. Kami tidak mengerti. Atau setidaknya saya tidak mengerti.

Rasa hormat atas keberagaman Agama, Ras, suku, tidak lagi menjadi landasan utama media. Semua ditumpahruah pada tulisan demi popularitas sebuah pihak semata. Media percaya diri mengusung prinsip "Semua orang harus tahu".

Saya membaca 2 atau 3 artikel dari media yang berbeda terang-terangan mendukung seorang capres dengan alasan "Warga Indonesia perlu tahu faktanya".

Bagaimana saya tahu kalau yang kalian tulis itu fakta?
Sedangkan apa yang terjadi pada rumah tetangga yang begitu dekat saja saya tidak tau 100% kebenarannya. Sedangkan seorang istri saja tidak pernah mengetahui 100% hati suami yang puluhan tahun hidup bersamanya.

Tolong hentikan kata-kata, "Kami ingin anda tahu". Saya muak di bohongi media.

Bukan, saya bukan politikus, saya bukan pemerhati, saya bukan apa-apa. Saya, merasa, bahwa saya adalah korban pilpres 2014.

Ya, saya korban...

Saya telah kehilangan teman-teman saya.

Harapan-harapan besar semua orang saat ini juga disisipi amarah.
Saya sungguh tidak mengerti mengapa harapan harus dilandaskan rasa marah. Rasa marah akan perbedaan. Rasa marah akan ketidak-samaan. Mengapa diversifikasi dan kemajemukan bangsa Indonesia kini telak memukul wajah kami, masyarakatnya? Setidaknya ini memukul telak wajah saya.

Saya telah kehilangan teman-teman saya. Lebih buruk lagi, saya membentuk musuh baru.

Saya ingat baru saja kemarin, ketika minggu tenang telah berjalan, seorang teman (masih) sibuk melakukan campaign. Sharing dan menyebarkan apapun yang bisa dia sebarkan dari Media ke Social Media.

Lelah dengan itu, saya sarankan padanya untuk stop sesaat.
Mungkin memang saya yang salah. Mungkin memang kini saya buta akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban saya akan sebuah individu pada dunia Social Media macam Facebook. Mungkin saya yang tidak mengerti makna Sharing, Comment, Like.

Saya diserang. Bertubi-tubi. Oleh semua orang, si pendukung capres, dan juga teman saya sendiri.
Akan sesuatu yang bahkan saya tidak mengerti berlandaskan apa. Saya tidak menyebutkan capres mana yang saya pilih. Namun saya tau pasti, mana yang dia pilih. Saya tidak meminta dia merubah pilihannya. Saya meminta dia, baik-baik untuk menghentikan aktifitas kampanye yang dia lakukan. Tapi apa yang dia lakukan? Memojokan saya yang bukan berada di pihaknya.

Jika memang dia punya hak penuh atas apapun yang di posting pada akun nya. Apakah itu berarti saya kehilangan hak saya?
Ya semua orang akan berkata "Unfriend aja, unfollow aja". Jadi kini, saya sudah tidak memiliki hak untuk memberikan saran pada seorang teman? Jadi kini unfriend dan unfollow adalah pilihan yang saya punya dibanding berbicara?

Lantas, mana kebebasan berbicara yang kalian elu elukan?!!!!

Saya pilih mengkonfrontasi. Karena apa? Karena saya tidak ingin cara berkomunikasi kita hilang! Kalau memang mewujudkan rasa mengganjal dalam hati semudah mewujudkan "Unfriend dan Unfollow", kemana hak-hak berbicara yang kita miliki?!!

Indonesia dihadapkan pada pesta demokrasi sesaat lagi.

Kemana makna demokrasi? Kalau semua orang bebas bicara, tapi tidak ada yang mendengarkan? Siapa yang mendengarkan?

Saya telah kehilangan teman-teman saya.

Saya kehilangan harapan akan keberlangsungan hidup manusia sedikit demi sedikit pada titik ini.

Dan saya, berdoa.
Bukan untuk saya, bukan untuk mereka, tapi untuk generasi penerus, termasuk anak saya, agar nantinya mampu bertahan di medan perang kebebasan.

Saya telah kehilangan teman-teman saya.
Dan jika orang yang telah saya sakiti belakangan ini dengan sengaja atau tidak telah membaca tulisan saya, saya mohon maaf. Jika pertemanan kita sebatas pilihan pada pilpres, mungkin makna pertemanan kita memang perlu dikaji ulang.

Indonesia dihadapkan pada pesta demokrasi sesaat lagi.
Dan Saya kehilangan teman-teman saya.
Banyak.


Sunday, May 4, 2014

Review: NYX Round Lipstick - Milan & Hot Pink


Helllooo guys,


After so long, I am finally able to make another review. Had crazy months btw.
Anyhoo,
I am currently in love with these babies.

  • NYX Round Lipstick - Milan
  • NYX Round Lipstick - Hot Pink

They are darn adorable and yiiissss it's so cheap (yet good, compared to other brands).

both
tada!

the code


So, let's see the comparison on my hand first;
Top - Hot Pink
Bottom - Milan


With Flash

I certainly think there are not much differences between flash and no flash. So what about on lips?


nyx milan
This one is Milan, on hand, it looks brownish, here it looks pinkish. In real life I would say it looks brownish. On my lips it looks like I barely wear anything. Too bad I don't have another proper picture. I guess I'm gonna update it later. Moreover Milan is the one who wants a nudy lip, make it less pale but not overwhelming. Oh please don't mind my mustache.

And on the other hand, Hot Pink:

nix hot pink
Crazy. Yeah I know it's crazy neon pink. In real life it doesn't look like those crazy neon, but yeah, still, crazy lol. But still wearable though. I actually don't know how it will look like on a someone with tan skintone. I think this kind of color will suit fair skintone well.

I tried this one yesterday on a date.
And it looks like this:


just after applied

Super super in love with the color! And it stays well too! I had a lunch, and drink regularly, it looks like this:

after drink and mie ayam :P

Not crazy neon, but still there. At least. Lol.

So yeah, I love those both, but due to my preferences of colors, I used Hot Pink more often than Milan.

Let's sum up!
  • Price? Oh yes it's around 65K rupiahs each on store and I bought 48K each on NYX OLshop online shop on Facebook. It's worth the price, every single penny.
  • Is it stayed there after few sips of water? Hell yeah, it's even still (a bit there) after I ate Mie Ayam lol. You don't have to re-apply that much, even more, if you love baby pinkish color, use this and blot with tissue one time, and voila, you'll have lovely baby pink lipstick and yes, it stays long enough.
  • Does it slide easily on your lips? Yes, no need to re -apply over and over again. A little goes a long way. 
  • Does it make your lip dry? No, it does not. Though it's not making your lips moist and plump.
  • Cons? Well, I would say the lipstick is a bit mushy, I am concerned that I will break this one someday and my sister's NYX Orange Soda was broken on a shipment. So, yeah, just be careful. Another cons, I love this one so much I might be using it daily, and it will run out fast!
  • Will I purchase? No need to say no anyway!



Hope you find this helpful.

Thanks and have a good day!!


Namira-who recently in love with hot pink and fuchsia.

Tuesday, January 7, 2014

Review: Lime Crime - Opaque Lipstick - Babette


Hooiii..

Lime Crime Lipstick review is finally up!
Iya, ini lipstick sebenernya udah lumayan lama nongkrong di meja rias sejak temen gw pulang dari US, tapi males bikin review nya hahah *ampun.
Akhirnya setelah menghilangkan kemalasan yang melanda *plus udah awal tahun juga, gw bikin juga nih si Lime Crime - Opaque Lipstick in Babette Review.

Posting soal awal mula Lime Crime udah pernah gw posting di review sebelom nya di sini.
Sekedar mengulang, kosmetik brand US yang ngaku Vegan Cosmetic dan Cruelty free ini emang lebih mahal daripada brand US pada umumnya (Cherry Culture, NYX).  Meskipun ada juga brand yang lebih ngga nahan mahal nya kaya si Urban Decay atau yang baru-baru ini lagi hits, Emcosmetics by Michelle Phan.
Lipstick nya sendiri ada 3 macem. Yang Opaque, Velvetiness, dan Carousel Gloss. Yang terkenal banget dari Lime Crime adalah Lipstick Velvetiness nya: Red Velvet. Sumpaaah yang demen pake lipstick merah pasti jatuh cintrong ama Red Velvet nya Lime Crime. Tapiiii, karna gw lagi demen yang pink pink gitu, gw putuskan membeli si Opaque Lipstick - Babette.

Anyhoo, mari gw perlihatkan penampakannya:
Lime Crime Opaque Lipstick - Babette

As usual, benda-benda Lime Crime emang packaging nya ungu dan ada gambar Unicorn nya. Girly dan lucuk banget :D
Gw pribadi sih demen sama packaging nya, mengingatkan gw sama lipstick boongan yang ada di mainan dandan-dandanan waktu gw kecil.

Lime Crime Opaque Lipstick - Packaging. Unicorn nya ada di Lipstick nya juga :D

Bagian bawah. Ada code Babette nya



Ingredients Lime Crime Opaque Lipstick nya. Kebaca ngga ya?

Alamat dan claim kalo Lime Crime itu Vegan & Cruelty Free Lipstick

Okeh, begitulah packaging nya. Berikut swatch nya:
with Flash

no Flash. Swatch Lime Crime - Opaque Lipstick Babette. Yang kiri itu sekali ulas, yang kanan tiga kali

Based on swatch, yang kiri itu duma sekali ulas, agak ditekan sedikit. Hasilnya memang opaque banget. Yah namanya juga opaque lipstick -,-. Yang kanan itu udah 3 kali ulas, di foto emang warna nya lucu banget, antara Pink dan Orange yang muda, tapi kalo udah di bibir, bener-bener warna ini untuk yang kulit nya putih. Soalnya kalo ngga hasilnya kaya Oompa Loompa. Kalo kata pacar sih, kalo pake lipstick ini tebel-tebel gw mirip Chris Tucker -,-
bare lips. bare face juga, jadi mohon maap sama bekas cacar itu -,-

So, ginilah di bibir, gw pake 3 cara.
  • Normal Usage. Ulas beberapa kali seperti lipstick biasa. Alert: Foto berikut mungkin membuat kalian berpikir gw adalah Oompa Loompa -,- 


Harus hati-hati pake nya biar ngga lebay. I wonder kalo gw pake lip primer dulu. Mungkin warna nya bakal beda lagi. Apalagi kalo pake Lipliner dulu bisa lebih rapi pasti hasilnya. Ini ngga pake flash, warna nya emang gonjreng banget.

  • Less-Usage: Gw pake ini caranya cuma di totol totolin aja di bibir. Cara ini lumayan sering gw pake karena ngga over dan jadi lebih natural di bibir warnanya.



Sukaaa.. Sukaa banget kalo warna nya lagi kaya gini. Natural dan sangat lucu. Selain itu warna kaya gini juga bisa didapatkan dengan pake lipstick ini dengan cara biasa, terus di 'transfer' kelebihan nya ke tisu. Hasilnya bakal sama, tapi produk yang kebuang lebih banyak *pelit hahhhaha.

  • Yang terakhir adalah yang hampir setiap hari gw pake. Ini sebenernya combination sih, jadi ngga murni pake Lime Crime Babette aja. Gradient lips ini cocok pake kalo base nya pake warna yang agak pucat macam si Babette. Gw combine dengan lipstick merah nya Maybeline. Other red lipstick will work I guess.





That's all. Gini nih overview nya:

(+) Opaque, sekali oles langsung keluar warna nya, jadi bisa hemat
(+) Awet. Gw pake lipstick ini kalo cuma minum ama makan ringan-ringan mah sampe sore masih ada warna nya. Ngga perlu pemakaian berulang-ulang.
(+) Ngga bikin bibir kering, dan untuk bibir sensitif kaya bibir gw, ini oke dan ngga bikin bibir gatel.
(+) Vegan Lipstick, dan free Animal Cruelty. Jadi aman :D
(+) Warna lipstick nya yang lain itu super lucuk. Next time gw pasti repurchase dengan warna dan tipe yang berbeda.
(-) Ini entah temen gw, ato emang rada empuk, tapi Lipstick nya agak goyang gitu loh, jadi seakan-akan pernah patah terus kesambung lagi, tapi gw cari patahan nya ngga ada. Jadi kalo pake (khusus punya gw) harus pelan-pelan, oglek-oglek. Takut patah -,-
(-)  Tapi mahal dikit, cuma kalo dipikir-pikir dia hemat yah jadi even lah. Harga nya Rp 210K, tapi karna gw ngga tau beli dimana kalo di Indo, jadi cuma bisa titip. Kalo mau beli di amazon, ongkir dari US super mahal -,- Lipstick udah mahal, ongkir bisa lebih mahal, mau nangis rasanya.
(-) Kebanyakan pake jadi kaya Oompa Loompa/Chris Tucker alias orang african yang kulit nya lebih gelap dari warna bibir.

Soooo, will I repurchase? Definitely. Tapi nanti kalo pacar gw ke US, ato pas kebetulan gw yang kesana :D


Hope this help yah!
xoxo



Amiya